KEPRIPOS – KPK menggelar rapat evaluasi program pencegahan korupsi di Pemprov Kepulauan Riau (Kepri). KPK juga menyoroti kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di Kepri yang dinilai masih rendah.
“Kepatuhan pelaporan LHKPN juga menjadi sorotan, karena per pertengahan Maret 2019 ini tingkat kepatuhan total se-wilayah Kepulauan Riau masih rendah yaitu 41,11% atau 3.662 penyelenggara negara belum melaporkan kekayaannya,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (26/3/2019).
Rapat dilakukan di Kantor Gubernur Kepri yang dihadiri oleh Gubernur Kepri dan Bupati/Walikota serta pimpinan DPRD seluruh Kepulauan Riau. Febri juga mengatakan, jika dibandingkan eksekusif dan legislatif, maka kepatuhan LHKPN legislatif termasuk rendah, bahkan masih ada yang 0 persen.
“Selain itu masih terdapat tingkat kepatuhan DPRD 0%, yaitu Kota Batam, Kabupaten Linggga dan Kabupaten Natuna,” ucap dia.
Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari kunjungan KPK ke Kantor Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Tanjung Pinang. Dalam kunjungan itu, KPK membahas evaluasi program optimalisasi penerimaan daerah (OPD) untuk pajak daerah.
Acara itu dihadiri Sekretaris Daerah, Inspektur Daerah, Kepala BPPRD, Kepala Bapenda, dan pejabat terkait dari Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Bintan. Selain itu Pimpinan Divisi dan Kepala Cabang Bank Riau Kepri Tanjung Pinang juga hadir acara itu.
Hasil rapat itu, Febri mengatakan pengadaan barang dan jasa alat perekam transaksi online akan selesai pada bulan April. Sehingga operasional pajak online segera bisa berjalan.
“KPK menegaskan bahwa kepemilikan program OPD adalah pemda. Oleh karena itu, pemda harus bertanggung jawab dalam melakukan sosialisasi kepada wajib pajak, serta memimpin dan mengkoordinasikan pemasangan alat perekam transaksi, memonitor dan menyelesaikan masalah operasional di lapangan, melakukan rekonsiliasi nilai pajak berdasarkan target dan realisasi online, pelaksanaan realisasi pembayaran pajak daerah oleh wajib pajak,” ucap Febri.
KPK, kata Febri, juga mendorong penggunaan alat perekaman transaksi online, sehingga seluruh penerimaan pajak hotel, restoran, hiburan dan parkir bisa lebih maksimal. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan pendapatan daerah sehingga nanti hasilnya dirasakan masyarakat setempat.
“Sekaligus dapat menutup ruang penyelewengan pajak daerah tersebut karena data tercatat secara elektronik. KPK berharap bahwa dengan adanya program ini bisa memperkecil peluang kebocoran dari sisi penerimaan keuangan daerah dan tentunya dengan peningkatan PAD hasilnya bisa dipergunakan untuk membangun daerah dan dampaknya bisa dirasakan masyarakat luas,” tutur Febri.
(detikcom)