Demi Label Kedaluwarsa, Seorang Pelaku UMKM Duduk di Kursi Terdakwa

BANJARBARU — Di sebuah ruang sidang Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, seorang pria berdiri dengan raut wajah tenang namun penuh beban. Ia adalah Firly Norachim, pemilik Toko Mama Khas Banjar — usaha oleh-oleh khas Kalimantan Selatan yang sudah dirintisnya selama bertahun-tahun. Hari itu, Firly duduk sebagai terdakwa karena produk jualannya tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa. Sebuah kesalahan yang secara hukum tergolong administratif, namun telah menyeretnya ke jalur pidana.

“Saya tidak pernah menyangka, niat untuk mengembangkan usaha dan memberdayakan orang sekitar justru membawa saya ke ruang sidang,” ungkap Firly pelan.

Kasus ini sontak menjadi perhatian nasional. Bukan hanya karena dampaknya terhadap pelaku UMKM lainnya, tapi juga karena keterlibatan langsung Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, yang datang ke persidangan sebagai amicus curiae — sahabat pengadilan — untuk memberikan pembelaan.

Negara Turun Tangan

Menteri Maman menyebut bahwa pelanggaran seperti yang dilakukan Firly seharusnya cukup diselesaikan dengan pembinaan, bukan pidana. “Pak Firly ini bukan pelaku kriminal. Ia pelaku usaha kecil yang berkontribusi pada ekonomi lokal. Yang ia butuhkan adalah pembinaan, bukan hukuman penjara,” ujar Maman dalam keterangannya di ruang sidang, Rabu (14/5/2025) kemarin.

Langkah berani Menteri Maman ini mendapat apresiasi luas, termasuk dari Komisi VII DPR RI yang membidangi sektor UMKM. Salah satunya datang dari Hendry Munief, legislator Fraksi PKS dari Dapil Riau I, yang juga dikenal sebagai pembina ribuan UMKM di tanah air.

Hendry Munief: “UMKM Itu bukan musuh atau beban, Namun Penopang Ekonomi Bangsa”

Hendry menyayangkan keputusan penetapan Firly sebagai tersangka, apalagi hingga proses hukum bergulir ke meja hijau. Menurutnya, pendekatan terhadap pelaku UMKM seharusnya mengedepankan edukasi dan pembinaan.

“Pembinaan itu yang paling penting,” ujar Hendry, Minggu (18/5/2025). “Saya hormati proses hukum, tapi dalam konteks ini, negara seharusnya hadir dengan kepekaan, bukan ketegasan yang membabi buta,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sebagai anggota Komisi VII DPR dari Riau juga berkomitmen memberikan support yang sama, dukungan yang sama kepada UMKM. Ia menyebutkan bahwa di Komisi VII juga memberikan apresiasi kepada Pak Menteri, Pak Maman, karena beliau hadir langsung ke persidangan dan membantu sebagai sahabat pengadilan.

Hendry bahkan menekankan bahwa kehadiran Maman menjadi sinyal penting bahwa pemerintah bersungguh-sungguh membela rakyat kecil. “Kita perlu lebih banyak pejabat seperti beliau, yang tak hanya bicara dari kantor, tapi turun langsung ke lapangan membela keadilan,” terang Hendri.

Ketakutan yang Diam-diam Tumbuh di Kalangan UMKM

Kasus Firly tentu dapat menjadi pemantik kekhawatiran banyak pelaku UMKM lainnya. Beberapa pengusaha rumahan mengaku kini lebih khawatir memasarkan produk karena takut terganjal aturan yang mereka sendiri belum pahami secara teknis.

“Dulu semangat usaha tinggi, sekarang malah takut. Khawatir. Salah label saja bisa jadi urusan polisi,” kata Ayun, pembuat keripik rumahan di Kalimantan Selatan.

Salah satu UMKM yang ada di Riau juga menyatakan keterkejutannya. Pasalnya, ketika mengetahui cerita Firly Ia bertanya – tanya dan menjadi khawatir. “Ini kan hal teknis, jadi kalau tidak tahu, tidak paham, main penjara aja. Waduh…, bukannya harusnya dibina dulu. Kalau sudah dibina, diberi pemahaman namun tetap melakukan hal yang dilarang, lain cerita,” ungkap Izwan usaha warungan di Pekanbaru.

Padahal, menurut Hendry, UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. Ia yang juga menjabat Ketua Forum Bisnis (Forbis) Riau, menyebut telah membina puluhan ribu pelaku UMKM dan memahami betul tantangan mereka di lapangan.

“Kalau pelaku UMKM seperti Pak Firly langsung dipidana hanya karena tak paham regulasi, maka akan banyak yang mundur. Negara akan kehilangan garda depan ekonomi rakyat,” tegasnya.

Firly dan Harapan dari Ruang Sidang

Meski tertekan, Firly tetap berharap kasusnya menjadi pelajaran bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi pemerintah dalam menyusun pendekatan yang lebih adil dan berperikemanusiaan terhadap pelaku usaha kecil.

“Saya hanya ingin bisa terus jualan dengan tenang, bisa menggaji pegawai, dan menyekolahkan anak-anak saya,” kata Firly, matanya tampak basah menahan emosi.

Kini, semua mata tertuju pada pengadilan. Namun yang lebih penting dari vonis adalah reformasi dalam sistem perlindungan terhadap UMKM. Firly telah membuka pintu diskusi itu. Dan semoga, ia tidak sendirian di tengah badai yang sedang ia hadapi.

“Jangan biarkan pelaku usaha seperti Firly menjadi korban sistem. Mereka bukan kriminal. Mereka pejuang ekonomi keluarga,” – *Hendry Munief* , Anggota DPR RI Fraksi PKS. (*)