KEPRIPOS.COM (KPC) – Penelitian lembaga jaringan internasional terhadap sejumlah mainan anak-anak menunjukkan adanya kandungan kimia polybrominated diphenyl ethers atau PBDEs, yang juga disebut OctaBDE dan/atau DecaBDE. Zat kimia ini diketahui dapat mengganggu sistem hormon, berdampak negatif pada perkembangan sistem saraf dan kecerdasan anak.
Hasil penelitian ini dipaparkan IPEN, jaringan masyarakat sipil global yang mempromosikan kebijakan dan praktik kimia secara aman, dan Arnika, organisasi lingkungan di Republik Ceko. Penelitian kedua lembaga ini menunjukkan sampel mainan berbentuk kubus seperti rubik dari 16 negara, termasuk Indonesia, mengandung kimia berbahaya hasil daur ulang limbah plastik sampah elektronik.
Penelitian ini dipaparkan BaliFokus, lembaga nonpemerintah yang bergerak di bidang advokasi penanganan bahan kimia dan limbah di Indonesia, pada Scientific Conference on Persistent Organic Pollutants (POPs), konferensi ilmiah tentang polutan organik yang persisten, di Firenze, Italia, pekan ini.
“Rubik itu permainan asah otak, kenapa dipilih, kita mau lihat apakah permainan asah otak yang dirancang untuk melatih kecerdasan otak anak ini aman atau tidak. Tapi ternyata tidak,” ujar Sonia Buftheim, Toxics Program Officer BaliFokus, saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 1 September 2016.
Kata Sofia, daur ulang sampah elektronik sesungguhnya dapat menghemat sumber daya dan energi, tetapi harus dilakukan dengan cara benar dan baik agar tidak mengembalikan zat kimia berbahaya, dan mengancam kesehatan manusia dan lingkungan.
“Zat ini tidak akan berbahaya bagi tubuh, kalau tidak digigit, dipegang, dibakar,” ucap Sonia.
Namun saat terpapar langsung, kedua zat itu akan menyerang sistem syaraf, sehingga anak berpotensi mengalami penurunan IQ, autis, dan mengganggu perkembangan anak.
Dalam penelitian tersebut, BaliFokus mengirimkan 17 sampel mainan rubik secara acak dari Jakarta dan Bali untuk diteliti. Baik mainan dengan standar SNI dan tidak. Hasilnya, tiga mainan positif mengandung mengandung kadar OctaBDE dan/atau DecaBDE dengan jumlah yang signifikan. Sampel yang diuji dari Indonesia berada dalam konsentrasi PBDEs rata-rata, diantara 47 sampel dari 16 negara, termasuk dari negara Uni Eropa, Eropa Timur, dan Asia Tenggara.
Meski dari Indonesia sampel yang dikirimkan hanya rubik, tapi Sonia menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan mainan selain rubik juga mengandung zat kimia berbahaya itu. Sebab, daur ulang limbah elektronik itu digunakan beragam produk mainan.
“Dari yang kami ambil, itu rata-rata buatan dari China. Kan limbah elektronik dari seluruh dunia banyak yang dikirimkan ke negara itu,” ucapnya.
Menurutnya, OctaBDE dan DecaBDE merupakan kimiawi brominated flame retardant, yaitu senyawa yang memiliki efek penahan api pada bahan yang mudah terbakar. Zat ini banyak digunakan pada casing atau selubung plastik produk elektronik.
Sebelumnya, pada 2009, PentaBDE dan OctaBDE telah masuk daftar kimia yang disepakati untuk dieliminasi secara global dalam Konvensi Stockholm. Namun, perjanjian itu masih memungkinkan adanya daur-ulang material yang mengandung bahan kimia beracun hingga 2030 nanti.
Untuk kesehatan anak-anak dan pekerja, Sonia mendesak para pembuat kebijakan menetapkan bahwa tidak ada pengecualian untuk daur ulang polutan organik yang persisten seperti OctaBDE dan DecaBDE. Daur ulang yang kotor ini, sering terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
.Menyebarkan racun di fasilitas tempat daur ulang, di rumah konsumen dan dalam tubuh kita,” kata Sonia.
(VIVA.co.id)