Dinilai Tak Mendidik, Sejumlah Politisi Kepri Lakukan Politik Transaksional Jelang Pemilukada 

KEPRIPOS.COM (KPC), TANJUNGPINANG – Pengamat Politik Stisipol Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang, Hendri Sanopaka menilai politik transaksi mulai terlihat jelang Pemilu dan Pemilukada sejumlah kabupaten-kota di Kepulauan Riau.

Di antaranya, sejumlah politisi belakangan sering memberi bantuan kepada masyarakat. Begitu juga di Pemilukada Kota Tanjungpinang 2018, beberapa politisi mulai memberikan bantuan kepada masyarakat yang dianggap membutuhkan bantuan. Sejumlah media lokal kerap kali memberitakan figur politisi tersebut melalui lini masa.

“Politik transaksional merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian masyarakat dengan upaya memberikan bantuan yang diberikan kandidat kepada masyarakat agar dianggap berbuat sesuatu dengan masyarakat. Politik ini biasanya hadir menjelang Pemilu,” ujar Hendri di Tanjungpinang, Senin (06/11/2017).

Menurut Hendri Sanopaka, politik transaksional dianggap paling efektif untuk meraih simpati, dan dukungan dari masyarakat. Faktanya, diera saat ini masyarakat masih mementingkan  kebutuhan dasar, untuk keberlangsungan hidup dibandingkan berbagi pemikiran.

“Artinya politik transaksional lebih efektif hari ini dipakai para politikus dibandingkan menyampaikan sharing pemikiran, jadi hanya segelintir orang yang mendapatkan pengetahuan politik ini,” tutur Hendri yang juga ketua Stisipol Raja Haji Fisabilillah ini.

Ia menjelaskan, berdasarkan teori piramida kehidupan Abraham Maslow, politik transaksional yang baik meletakkan posisi orang yang mengaktualisasi diri lebih banyak dari pada orang yang ingin memenuhi kebutuhan dasar.

“Selama peroses demokrasi yang terjadi saat ini piramida yang mengarahkan masyarakat saat ini mengutamakan kebutuhan dasar di posisi paling atas, sedangkan mengaktualisasikan diri diletak pada posisi piramida paling  bawah,” jelas dia.

Menurut Hendri, saat ini masyarakat selalu melihat dari apa yang diberikan kandididat, sementara program kerja para politis terabaikan.

Secara realistis, lanjutnya, program kepemimpinan tidak dapat dicapai sepenuhnya menggunakan politik transaksional, hal itu dikarena visi dan misi tidak jugak memungkinkan untuk setiap calon walikota.

Politik transaksonal dapat menjatuhkan elektabilitas lawan politik, terutama bagi calon yang masih menjabat disuatu pemerintahan. Meskipun program politik pemberdayaan sudah diatur didalam program utama kepala daerah itu kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Seorang politisi memberikan masyarakat bantuan tiba-tiba tidak maksimal dalam membangun pendidikan politik yang baik dimasyarakat. Tujuannya untuk menjadi walikota dan memenuhi semua kehendak masyarakat, kan gak mungkin,” lanjut dosen Ilmu Politik ini.

Politik transaksional dianggap tidak memberikan pendidikan politk yang baik untuk masyarkat, hal itu dikarenakan bersifat sementara. (*)

Leave a Reply