Limbah dengan Kulit Pisang dan Eceng Gondok, Apa Gunanya???

kepriPos- Pencemaran lingkungan akibat pengolahan limbah yang kurang baik masih menjadi permasalahan serius bagi pemerintah dan masyarakat perkotaan. Hal ini mendorong tiga mahasiswa Departemen Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya untuk mencoba memberikan solusi.

Solusi yang ditawarkan oleh Rizki Wahyu Ismadani, Arvianto Nugroho, dan Fahmi Riza Pahlevi ini adalah menyaring limbah dengan menggunakan kulit pisang dan eceng gondok. Emang bisa ya?

Menurut Rizki, ide tersebut berangkat dari keprihatinan terhadap pelaku industri yang masih sering membuang limbah ke sungai tanpa proses pengolahan yang baik. Padahal air sungai merupakan salah satu sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Namun yang menjadi fokus bagi ketiganya adalah limbah cair industri logam yang dianggap paling berbahaya terhadap kesehatan manusia bila dikonsumsi.

“Eceng gondok dapat menyerap warna dan bau dari limbah industri logam. Tanaman ini juga dapat menyerap logam berat dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada air keruh,” ungkap Rizki dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (31/12/2018).

Selain eceng gondok, mereka juga menggunakan kulit pisang. Diakui Rizki, penggunaan kulit pisang sebagai media penyaring merupakan metode baru.

“Kulit pisang terdiri dari atom nitrogen, sulfur, dan bahan-bahan organik seperti asam carboxylic yang dapat mengikat logam dalam air,” papar mahasiswa angkatan tahun 2017 itu.

Oleh timnya, metode ini pun disebut sebagai Musasi yang merupakan gabungan dari dua nama ilmiah dari pisang dan eceng gondok, yaitu Musa paradisiaca dan Eichhornia crassipes.

Tak hanya dapat dimanfaatkan sebagai penyaring, lanjut Rizki, eceng gondok dan kulit pisang juga bisa dimanfaatkan untuk menunjang penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Rizki menuturkan, antara dua kolam yang berisi eceng gondok dan kulit pisang itu dipisahkan oleh sistem PLTMH. Sistem PLTMH sendiri terdiri atas turbin berjenis vortex, yang berguna untuk menghasilkan energi listrik yang berasal dari gerak.

“Alhasil, daya listrik yang dikeluarkan dapat mencapai 30 kW hingga 50 kW,” ujarnya.

Gagasan dalam pengembangan konsep industri ramah lingkungan ini pun mampu meraih juara kedua pada ajang Environation 2018 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian (FTSLK) ITS, beberapa waktu lalu.
(lll/lll) (*)

Leave a Reply