KEPRIPOS.COM (KPC), JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengadakan rapat bersama Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam rapat itu Basuki meminta BPK menginvestigasi proses pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat, senilai Rp 600 miliar. Pemerintah berencana membangun rumah susun di lahan itu.
“Ini memang semacam ada mafia mainin. Waktu kami mau beli (lahan) itu, ada orang mau gugat. Kami butuh BPK periksa lebih dalam,” kata gubernur yang memiliki panggilan akrab Ahok itu di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.
Selain pembelian lahan, Ahok juga meminta BPK memeriksa notaris yang mengurus proses jual beli tanah. Ia menganggap Pemerintah DKI Jakarta terlalu mahal membayar jasa notaris, sekalipun ada Undang-Undang yang menyatakan honorarium akta notaris adalah maksimum satu persen. “Mana ada orang bodoh sih, bayar notaris Rp 4-5 miliar beli tanah. Misal beli tanah Rp 600 miliar, kamu bayar notaris Rp 6 miliar, gila enggak kira-kira,” katanya.
Menurut dia, masih banyak notaris yang mau dibayar Rp 10 juta untuk mengurus penjualan dan pembelian tanah. Namun, faktanya, Ahok mengungkapkan selama ini pemerintah DKI suka menggunakan hitungan maksimum satu persen untuk membayar jasa notaris.
“Kami curiga, tanah kami yang dibeli sendiri dengan memalsukan dokumen. Kami sudah lapor KPK, polisi, menjelaskan secara lisan. Ini kan data ada di BPK,” kata dia.
Dalam rapat bersama BPK hari ini, Ahok juga mengaku ada temuan mengenai pembelian alat berat di Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Ia meminta BPK untuk menelitinya, karena berhubungan dengan e-katalog LKPP. Nantinya, ia akan meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
“Ada temuan, ini semua diserahkan ke SKPD. Gubernur normatif saja bikin instruksi gubernur, minta SKPD tindak lanjuti temuan BPK. Biasanya mereka buat itu.”
(tempo)