LINGGA – Ekosistem laut seperti ketam bangkang dan udang terancam hilang akibat aktivitas dapur arang di wilayah Kecamatan Senayang khususnya Desa Pulau Batang, Kabupaten Lingga.
Hal itu disebabkan bahan baku yang digunakan bukan dari hasil yang ditanam, melainkan dari hutan bakau yang ada di wilayah itu.
“Pemerintah harus meninjau ulang izin dapur arang ini. Terutama di wilayah Kecamatan Senayang khususnya Desa Pulau Batang,” ujar Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Lingga, Ahmad Nasirudin, Sabtu (25/2).
Nasiruin mengaku sudah berkali-kali mendapat laporan masyarakat dan juga pernah turun ke lapangan. “Untuk kita minta izin dapur arang ini ditinjau ulang, jangan sampai hutan bakau di Senayang ini habis,” tambah Udin sapaan akrab Ahmad Nasirudin.
Awalnya dapur arang tersebut hanya dua yang beroperasi di wilayah itu. Namun terus bertambah saat ini ada lima dapur arang. Dapur arang tersebut memanfaatkan hutan bakau yang ada di wilayah Senayang tanpa melakukan penanaman kembali.
Dikhawatirkan dengan banyaknya dapur arang yang beroperasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan, akan berakibat fatal bagi lingkungan sekitar. Apalagi beberapa masyarakat mengharapkan agar pemerintah menertibkan dapur arang tersebut karena sudah mulai menganggu aktifitas pekerjaan masyarakat.
“Jika pemanfaatan hutan bakau ini tidak ditertibkan, bukan saja menggangu pencarian masyarakat namun akan berdampak fatal juga pada lingkungan sekitar,” lanjut dia.
Dapur arang menurutnya bisa saja tetap beroperasi di Kabupaten Lingga, namun pengelolaannya harus ramah lingkungan. Sehingga dampak negatif dari penebangan hutan mangrove ini tidak berakibat fatal bagi lingkungan sekitar. Hutan bakau atau mangrove saat ini tidak saja dapat dimanfaatkan untuk melindungi abrasi serta mempertahankan kondisi tanah. (*)