TANJUNGPINANG – Kepala Dispar Tanjungpinang, Reni Yusneli menjelaskan, Festival Imlek yang diselenggarakan beberapa hari lalu disaksikan ribuan warga dan juga wisatawan. Iven ini dinilai sukses sehingga akan menjadi agenda tahunan.
“Meski Festival Imlek dilakukan secara sederhana namun antusias warga, terutama turis mancanegara sanggat tinggi. Ini menjadi dasar bagi kami untuk menyelenggarakannya kembali pada tahun depan,” ujar Reni, Senin (26/2).
Reni mengemukakan, Festival Imlek cenderung pada kegiatan seni dan budaya tionghoa. Dalam festival itu dilakukan atraksi barongsai, naga berukuran besar yang dimainkan sejumlah orang yang berpengalaman.
Selain itu, diselenggarakan Pawai Imlek, yang menampilkan beraneka ragam kebudayaan tionghoa, mulai dari pakaian adat perkawinan hingga dewa-dewa. Anak-anak sekolah yang berasal dari suku Tionghoa juga ikut meramaikan pawai itu.
“Sekolah Tionghoa tertua di Tanjungpinang juga ada sebagai petanda sejak dahulu mereka sudah menimbah ilmu di negeri melayu,” ucapnya.
Fakta sejarah juga mengungkap warga etnis tionghoa sejak dahulu sudah berbaur dengan etnis melayu. Warga etnis melayu sejak dahulu hingga sekarang terbuka menerima warga dari etnis manapun.
Kehidupan yang harmonis antara etnis melayu dan tionghoa dibuktikan dengan dibangunnya klenteng di Kawasan Kota Lama Tanjungpinang sejak abab 17. Klenteng itu pula menunjukkan bahwa pihal Kerajaan Riau-Lingga-Pahang, memberi ruang kepada suku Tionghoa untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.
“Pembangunan bersejarah di Pulau Penyengat juga pada abab 17. Mana yang lebih dahulu dibangun, apakah masjid di Pulau Penyengat atau klenteng? Membangun kembali sejarah hubungan etnis tionghoa dan etnis melayu pasti menarik perhatian warga lokal dan wisatawan,” ujarnya.
Reni mengatakan, Pawai Imlek 2018 direncanakan menampilkan keberagaman suku, menunjukkan kebhinekaan. “Kalau tahun ini hanya ada etnis Jawa yang bermain reog saat Festival Imlek, tahun depan ditampilkan beragam suku,” katanya. (*)