Kemko Polhukam Pimpin Rapat Koordinasi Soal Lubang Tambang

Berita160 Views

KEPRIPOS.COM (KPC), Jakarta — Kementerian Koordiantor Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemko Polhukam) memimpin rapat koordinasi terkait persoalan lubang tambang di Provinsi Kalimantan Timur hari ini, Kamis (4/8).

Rapat koordinasi tersebut merupakan tindak lanjut dari pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyoal 25 anak korban pembiaran lubang tambang di provinsi tersebut. Anak-anak tersebut tewas setelah tenggelam di bekas lubang tambang batubara milik sejumlah perusahaan.

Rapat akan berlangsung pukul 09.00 WIB di Ruang Rapat Sembodro, Gedung B Lantai 6 Kantor Kemko Polhukam dipimpin oleh Pelaksana Harian Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Inspektur Jenderal Carlo Tewu.

Kemko Polhukam mengundang pejabat yang terkait erat dengan isu lubang tambang di Kaltim. Mereka di antaranya Direktur Teknik Lingkungan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendrasto, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Timur Riza Indra Riadi, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim Amrullah, dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kaltim.

Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, ada 3.500 lubang tambang yang menyebar di provinsi seluas 129 ribu kilometer persegi itu, dan 232 lubang di antaranya berada di Kota Samarinda.

Jumlah korban anak yang meninggal terbanyak juga berada di Kota Samarinda sebanyak 15 dari 25 anak-anak. Dari total luas area di Samarinda 718 kilometer persegi, 70 persen di antaranya merupakan kawasan pertambangan.

Menurut data yang diperoleh CNNIndonesia.com, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Kaltim mencapai 1.165 per Juni 2016. Dari jumlah itu, izin terbanyak berada di Kabupaten Kutai Kartanegara sebanyak 424, Kutai Barat 269, Kutai Timur 154, Berau 89, Penajam Paser Utara 88, Paser 77, dan Kota Samarinda 62 IUP.

Bukan hanya meninggalkan jejak lubang tambang, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perusahaan-perusahaan tambang itu juga menyisakan piutang negara dari iuran tetap sebanyak Rp2,7 triliun.

“Mayoritas tidak melaporkan jaminan reklamasi dan pascatambang,” sebut dokumen KPK yang diperoleh CNNIndonesia.com.

Masih berdasarkan dokumen, terdapat 40 IUP yang masuk dalam hutan konservasi seluas 97.756 hektare dan 107 perusahaan masuk hutan lindung seluas 139.266 hektare. Bukan hanya itu, sejumlah pertambangan pun digarap tanpa mendapat izin dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat.

Merujuk pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, reklamasi merupakan kewajiban pemegang IUP.

Untuk memenuhi kewajiban tersebut, pemerintah mewajibkan perusahaan menyetorkan jaminan reklamasi sebelum dilakukan eksploari. Bentuk jaminan reklamasi yaitu rekening bersama, deposito berjangka ditempatkan pada bank pemerintah di Indonesia, Bank Garansi yang diterbitkan bank pemerintah di Indonesia atau bank swasta nasional, atau cadangan akuntansi.

Permen Nomor 7/2014 juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak menyetorkan jaminan reklamasi berupa peringatan tertulis; penghentian sementara, sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan; dan pencabutan IUP eksplorasi, IUP operasi produksi, IUPK eksplorasi, atau IUPK operasi produksi.

(CNN Indonesia)

Leave a Reply