Menapak Jejak Melayu Lampau di Sungai Carang

KEPRIPOS.COM (KPC) — Peradaban Melayu tidak bisa ditinggalkan dari sejarah Indonesia. Sebelum membentuk negara kesatuan, ribuan pulau di Indonesia terpisah. Pemerintah waktu itu berbentuk kerajaan, tak terkecuali di Kepulauan Riau.

Menurut catatan sejarah, pada 1672 M disebutkan Laksamana Johor Tun Abdul Jamil melaksanakan titah Sultan Abdul Jalil Syah, Sultan Johor di Pahang. Titahnya: membangun sebuah negeri di Pulau Bintan.

Negeri baru yang terletak di Sungai Carang, Pulau Bintan, itulah yang kelak disebut Kepulauan Riau (Kepri).

“Sungai Carang adalah sumber kehidupan dan peradaban Kepri di zaman lampau. Dari sungai inilah kelompok berkembang menjadi kampung, negeri dan bandar yang riuh ramai. Lalu meredup dan nyaris dilupakan umat. Sungai Carang adalah tapak dan jejak sejarah Melayu,” terang Guntur Sakti, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri.

Guntur menambahkan nama Riau sebenarnya datang dari kata riuh. “Tempat ini dulunya adalah bandar yang ramai. Bandar itu kemudian lebih dikenal dengan sebutan Bandar Riau karena riuh,” papar Guntur.

Bahkan, Guntur mengungkap, saking ramainya Bandar Riau hampir menyaingi Bandar Melaka, yang pada waktu itu sudah dikuasai Portugis. Sayangnya, ketika Belanda berhasil merebut Melaka dari Portugis, Bandar Riau pun ikut jadi incaran.

Tak pelak, perang pun pecah. Dengan gagah berani, Yang dipertuan Raja Ali Haji Fisabilillah yang bertahta di Kota Piring, Tanjung Pinang, tepi sungai Carang, melawan Belanda. Kapal Belanda, Malakas Wal Faren, berhasil ditenggelamkan pada 6 Januari 1784.

“Tanggal itu kemudian ditahbiskan menjadi hari lahir Kota Tanjung Pinang,” kata Guntur.

Adapun, Guntur menambahkan, guna mengenang masa keemasan Bandar Riau di Sungai Carang dan memperingati hari jadi Kota Tanjung Pinang maka diadakanlah Festival Sungai Carang.

Festival yang akan digelar pada 29 Oktober 2016 itu juga menjadi salah satu kegiatan untuk menyemarakan Festival Bahari Kepri yang merupakan rangkaian Sail Karimata 2016.

Potensi Wisata Kapal Pesiar

Sungai Carang tidak hanya kuat dari kisah sejarah dan budaya, kawasan ini juga menyimpan potensi wisata alam bahari, terutama untuk wisata kapal pesiar.

“Ada lebih dari 2400 pulau di Kepri dan pemerintah getol menggelar beragam sail, termasuk Sail Karimata. Ini potensial untuk mengundang ribuan yacht yang ada di Singapura,” kata Guntur, sembari menambahkan kedekatan jarak antara Singapura dengan Kepulauan Riau, bisa mengundang para yachter dunia untuk bersandar ke Indonesia.

“Selain Batam, Tanjungpinang, Bintan dan Karimun, di Lingga ada zero equator yang menjadi incaran para yachter.”

Tapi, di sisi lain, Guntur mengaku masih ada batu sandungan lain, terutama soal banyaknya sampah di laut.

“Indonesia merupakan peringkat dua di dunia setelah Tiongkok dalam penghasil sampah plastik ke laut,” sebut Guntur.

Faktanya, sepanjang 2015, tercatat Indonesia memproduksi 187,2 juta ton sampah di laut. Selain mengganggu kebersihan laut dan pantai, sampah juga akan menjadi kendala besar bagi kapal layar dan yacht bila tersangkut di motornya.

“Sekarang kami sudah menyediakan sarana pengangkutan sampah, terutama bagi warga yang tinggal di tepi pantai dan pelantar. Pemkot Tanjungpinang juga siap mengoperasikan alat angkut sampah khusus di laut dengan nama taksi sampah,” tambah Guntur.

Selain itu, akan diadakan juga aksi Eco Heroes yang melibatkan masyarakat menjadi pahlawan bagi lingkungan. Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah menyebut aksi tersebut akan digelar pada 20 Oktober 2016 sebagai bagian dari Festival Bahari Kepri.

“Semua elemen masyarakat kita ajak untuk menjadi pahlawan. Kita ajak perang melawan sampah di laut, yang akan kita pusatkan di perairan di Pulau Penyengat. Kita akan gotong royong di sana untuk membersihkan destinasi dan situs wisata Pulau Penyengat,” terang Lis.

 

(CNN INDONESIA.com)

Leave a Reply