Pesawat perintis yang mulai disubsidi oleh Pemerintah Pusat pada tahun 2015 melalui anggaran APBN untuk melayani rute penerbangan di beberapa wilayah di Sumatera, telah menghidupkan kembali Bandara Dabosingkep.
Bandara yang berada di Singkep itu sempat mati setelah ditinggal oleh Perusahaan Timah Negara yang beroperasi pada tahun 1812-1992.
“Dulunya setelah ditinggal PT Timah, Bandara ini sempat hidup mati, karna daerah tidak mampu mengelola meski sempat disubsidi melalui pesawat RAL (Riau Airlines) tapi akhirnya gulung tikar juga,” Kata tokoh masyarakat Lingga Harun Ali di Singkep, Kamis.
Ia mengaku, dulu saat produksi timah masih melimpah, bandara tersebut selalu ramai degan aktivitas penerbangan walau perusahaan berbadan kecil.
“Tapi kini bandara peninggalan zaman Belanda inimulai hidup lagi,” ujar Harun.
Adalah Dodi Darma Cahyadi Kepala Bandara Dabosingkep yang memulai upaya untuk menjadikan bandara tersebut sebagai bandara perintis pada 2013.
Lulusan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) angkatan 1999 ini berhasil melakukan lobi pusat untuk melakukan penerbangan perintis di wilayah Sumatera yang bermarkas di Bandara Dabosingkep.
Awal dibukanya penerbangan perintis dengan dibantu subsidi dari Pemerintah pusat melalui Anggaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, penerbangan melayani tiga provinsi.
Pada tahun 2014 Pemerintah pusat kembali memberikan subsidi kepada Bandara Dabosingkep, dengan penerbangan perdana Pesawat Susi Air yang merupakan armada milik Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun, saat itu Susi belum menjabat sebagai menteri KKP.
Berkat promosi dan kerja keras dari jajaran Bandara Dabosingkep kala itu, berbagai infrastruktur pendukung mulai dari perbaikan landasan pacu, hingga perluasan landasan pacu terus digenjot oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dampaknya meski sudah tiga kali pergantian Kepala Bandara, peminat penerbangan perintis ini terus bertambah.
Bandara Dabosingkep awal dibangunnya pada tahun 1812 memiliki ukuran landasan pacu 1.175 x 23 meter dengan mampu dilandasi pesawat jenis Fokker 27. Kemudian pada tahun 2014 Bandara Dabo menjadi 1.300 x 23 m dan saat ini landasan tersebut terus diperpanjang, untuk memaksimalkan penerbangan yang rencananya akan ada penerbangan komersil. Jarak Bandara dari pusat kota Dabo sekitar 3 km.
“Saya sudah menemui beberapa penerbangan komersil, seperti Lion Air dan mereka berminat untuk singgah di Bandara Dabo. Kami sedang upayakan perluasan landasan,” sebut Kepala Bandar Udara Dabo Andi Hendra Suryaka.
Kemudian menurutnya saat ini, Bandara Dabo di setiap tahunnya juga terus mendapat perhatian pusat dengan kucuran anggaran miliaran rupiah untuk peningkatan fasilitas bandara.
“Ruang tunggu saat ini sudah standar, beberapa fasilitas lain juga terus ditingkatkan,” katanya.