KEPRIPOS.COM (KPC), KARIMUN – Sita eksekusi lahan di bibir pantai oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Jumat (17/11) lalu berimbas terancam terusirnya nelayan tradisional pesisir Kuda Laut, Baran, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun.
Eksekusi terhadap tanah di atas bibir pantai dan laut Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, dinilai nelayan tidak memihak kepada rakyat kecil.
“Belum lagi ada yang mengaku sebagai pemilik lahan, tadi langsung membuat pagar tinggi agar kami tidak dapat melaut lagi,” kata seorang nelayan, Ajis, Senin (20/11).
Nelayan mengaku sudah 40 tahun lebih mencari makan di laut ini. Mereka menganggap putusan tersebut tidak adil dan menggelar aksi di pantai Kuda Laut, Baran, Meral.
“Kami di sini sudah puluhan tahun menetap di sini dan mencari makan di sini, kenapa ada yang tiba-tiba mengaku bahwa ini tanah dia,” katanya.
Kalangan nelayan tersebut menyampaikan aspirasi di pantai Kuda Laut dengan mengusung spanduk yang bertuliskan “Mau dibawa kemana ikan kami? Lautlah tempat kami mengais rezeki, save nelayan, save negara”, “Selamatkan bumi pertiwi tempat kami mencari rizki, save nelayan save negeri maritim” dan beberapa kertas yang bertuliskan tuntutan terkait sita eksekusi lahan tersebut.
Dia menambahkan, nelayan lokal yang telah mendirikan rumah di atas laut sejak puluhan tahun lalu lebih dari 60 kepala keluarga, sedangkan yang berada di bibir pantai tersebut lebih banyak lagi. “Ada juga yang udah digusur (pemilik) dan hanya diganti rugi Rp5 juta,” katanya.
Di tempat yang sama, Edwar Kelvin Rambe, advokat muda yang dipercaya sebagai kuasa hukum oleh para nelayan menerangkan, sita eksekusi terhadap tanah di atas bibir pantai dan laut seluas 100 meter oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, yang sebelumnya diajukan oleh Rinto pemilik Perumahan LBP Batu Lupai tersebut terkesan aneh.
“Dimana keanehan ini dimulai pada saat proses sita eksekusi, lebih dari 100 meter laut Karimun masuk dalam wilayah sita eksekusi,” kata Edwar.
Pada Jumat (17/11), jelas dia, pihak pengadilan dua kali turun ke lokasi, namun pada kali pertama eksekusi tidak dilakukan setelah terjadi perdebatan dengan kalangan nelayan. Sita eksekusi baru dilakukan sekitar pukul 16.30 WIB.
“Pada saat itu mereka pergi dan kembali lagi pada pukul 16.00 WIB petugas kembali ke wilayah tersebut dan tanpa melakukan pengukuran dan pencocokan batas-batas terlebih dahulu, sita eksekusi terhadap tanah, pantai dan laut tersebut dijatuhkan,” katanya.
Dia mempertanyakan sita eksekusi eksekusi dan juga mempertanyakan masalah sertifikat hak milik kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karimun.
“Kami akan berkirim surat ke BPN dan kami tembuskan ke Kakanwil dan instansi lainnya. Lahan pantai apalagi laut adalah tanah negara, tidak boleh ada sertifikat di atasnya,” katanya. (*)