Senat dan Parlemen AS pada hari Kamis menyetujui undang-undang yang dikenal sebagai “Justice Against Sponsors of Terrorism Act (JASTA)” tersebut. Hampir 3 ribu orang tewas dalam serangan pesawat bajakan terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) 15 tahun silam.
Sebanyak 15 dari 19 pembajak adalah warga Saudi. Tetapi Kerajaan Arab Saudi telah membantah terlibat dalam serangan tersebut.
”Erosi kekebalan (hak) berdaulat akan memiliki dampak negatif pada semua negara, termasuk Amerika Serikat,” bunyi pernyataan Pemerintah Saudi, yang dilansir kantor berita SPA, Jumat (30/9/2016).
Kementerian Luar Negeri Saudi itu mengeluarkan ancaman jika Kongres AS tidak memperbaiki undang-undang itu.”(Perbaikan UU) untuk menghindari konsekuensi serius yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi,” kata kementerian itu, tanpa merinci dampak konsekuensi yang akan dirasakan AS.
Pemerintah Saudi sebelumnya diketahui telah mendanai pelobi untuk membendung pengesahan JASTA yang bisa merusak prinsip kekebalan negara berdaulat. Sejak UU itu disahkan mata uang Riyal Saudi jatuh terhadap dollar AS di pasar valuta asing.
Para analis berspekulasi, jika Kerajaan Saudi nekat digugat melalui JASTA, maka ketidakpastian seputar implikasi negatif dapat mempengaruhi perdagangan bilateral dan investasi Saudi sebagai sekutu utama AS.
Uni Emirat Arab, tetangga dan sekutu Teluk Saudi sudah memperingatkan dampak jangka panjang jika Saudi disakiti dengan UU baru AS tersebut. “Kongres AS bergerak ke preseden yang berbahaya dalam hukum internasional yang merongrong prinsip kekebalan berdaulat dan masa depan investasi di AS,” kata Menteri Negara UEA untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash, melalui Twitter.
(SINDOnews.com)