Dewan Pengupahan Kota Batam memutuskan Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2018 sebesar Rp 3.523.427 dalam rapat yang digelar Selasa (24/10) lalu. Angka tersebut sudah disampaikan ke Wali Kota Batam untuk selanjutnya diajukan ke Gubernur Kepri guna disahkan.
“Hasilnya sudah kami sampaikan, apakah sudah diproses atau seperti apa, kami belum terima informasi lagi,” kata Rudi, Senin (30/10).
Mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam ini mengatakan, hasil rapat Dewan Pengupahan tersebut sifatnya hanya pertimbangan bagi Wali Kota Batam sebelum mengusulkan UMK ke Gubernur Kepri. Artinya, Wali Kota Batam bisa mengusulkan angka di luar hasil rapat tersebut. Meski begitu, keputusan tetap berada di tangan Gubernur Kepri.
Menurut Rudi, seluruh komponen dalam rapat Dewan Pengupahan menyetujui UMK sebesar Rp 3.523.427. Namun di luar pembahasan UMK Batam tahun 2018, beberapa peserta rapat menolak penetapan UMP Kepri berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015.
“Hingga saat ini mereka masih menolak, tapi intinya kemarin kami sudah sepakat dengan angka (UMK) tersebut, makanya langsung kami serahkan kepada pimpinan,” ujarnya.
Selain penolakan PP Nomor 78, mereka juga menyampaikan usulan untuk dibentuk asosiasi sektor usaha. “Mereka minta kami (Wako dan Gubernur) untuk memfasilitasi pembentukan asosiasi ini,” sebut Rudi.
Rudi menambahkan, pembahasan UMK Batam tahun 2018 berjalan dengan lancar. Jika angka Rp 3.523.427 akhirnya disahkan, maka UMK Batam tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 8,71 persen dibandingkan UMK 2017. Yakni dari Rp 3.241.125 menjadi Rp 3.523.427 per bulan.
“Ya kami berharap pembahasan di tingkat provinsi bisa berjalan dengan baik,” tutup pria lulusan Unand ini.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk, mengatakan pihaknya sepakat dengan usulan UMK Rp 3.523.427 tersebut. Menurut dia, kenaikan UMK sebesar 8,71 persen sudah sesuai anjuran Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kami akan mengikuti ketentuan yang berlaku sesuai dengan PP Pengupahan,” kata Jadi, Senin (30/10).
Menurut Jadi, PP tersebut menjadi pedoman yang tepat dalam penetapan UMK. “Produknya sudah tepat karena menyesuaikan kondisi saat ini dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” katanya lagi.
Sedangkan Wakil Ketua Bidang Transportasi Umum, Forwarder dan Kepelabuhanan Kadin Kepri, Osman Hasyim, mengatakan permintaan buruh yang ingin UMK naik sebanyak 50 dolar Amerika tidak bisa dituruti pengusaha.
“Kami sudah membicarakannya dalam rapat internal. Dan kami tidak sanggup jika nilainya sebanyak itu,” katanya.
Menurut Osman, permintaan buruh dianggap kontraproduktif dengan PP 78 Tahun 2015. “Jika terus menuntut seperti itu, Batam akan kehilangan daya saing. Karena ketika kita disibukkan oleh penentuan nilai UMK, maka Malaysia sudah sibuk mempersiapkan insentif baru untuk investor,” paparnya.
Terpisah, pengamat kebijakan ekonomi Batam, Muhammad Zaenuddin menilai kebijakan penetapan upah berdasarkan pertimbangan kondisi ekonomi dan inflasi merupakan keputusan yang tepat.
“Pertumbuhan ekonomi menggambarkan produksi daerah dan inflasi menggambarkan tingkat kenaikan harga yang berpengaruh terhadap daya beli masyarakat,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan pada pembahasan upah minimum sektoral (UMS) nanti harus dibahas secara bipartit. Dan pada akhirnya pasti terjadi kericuhan.
“Pemerintah harus menetapkan regulasi yang konsisten agar tidak terjadi lagi kericuhan. Tiap tahun masalah ini selalu hampir terjadi,” katanya.
Pengusaha itu, kata Zaenuddin, butuh kepastian karena harus menghitung biaya produksi utuh tiap tahunnnya. Jika ada komponen yang mendadak berubah tentu saja akan mengganggu skala perhitungannya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah mengatur agar UMP ditetapkan berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015. UMP ini akan menjadi dasar dari penetapan UMK di Batam.
Dalam Surat Edaran dengan nomor B.337/M.Naker/PHIJSK-Upah/X/2017 tersebut, Kemenaker menyarankan agar kenaikan upah berada di angka 8,71 persen. Nilai ini diperoleh dari inflasi nasional tahun berjalan sebesar 3,72 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99 persen. Sudah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.
Gubernur wajib menetapkan UMP pada tanggal 1 November 2017 dan UMK ditetapkan dan diumumkan selambat-lambatnya pada tanggal 21 November 2017. Di sini Gubernur dapat menetapkan UMK Batam yang dianggap mampu membayar UMK lebih tinggi dari UMP.
Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono mengatakan pihaknya sangat berharap agar kedua belah pihak yakni kalangan buruh dan pengusaha bisa menjaga situasi tetap kondusif.
“Iya, kita masih pelajari aturannya. Selain itu, demi meningkatkan gairah investasi, maka BP Batam akan terus memfokuskan diri untuk percepatan dan penyederhanaan perizinan online,” katanya.
Dan, untuk itu, peranan kedua belah pihak untuk menjaga iklim investasi menjadi sangat penting. “Apapun produk pemerintah mari kita kawal bersama. Pemerintah saat ini adalah pemerintah yang sangat dipercaya oleh rakyat sesuai hasil survei lembaga internasional,” katanya lagi.
Sementara Ketua Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Suprapto, menolak upah minimum kota (UMK) 2018 yang telah ditetapkan Dewan Pengupahan. Angka Rp 3,5 juta dinilai jauh dari biaya kebutuhan hidup layak (KHL) di Batam yang pernah disurvei, yakni Rp 6,3 juta per bulan.
“Saya mewakili buruh di Batam menolak UMK Rp 3,5 juta itu. Nilai itu jauh dari kehidupan layak di Batam,” kata Suprapto, Senin (30/10).
Dikatakannya, penetapan UMK 2018 oleh Dewan Pengupahan tak memenuhi azas berkeadilan untuk buruh. Sebab, angka Rp 3,5 juta ditetapkan berdasarkan PP 78, bukan survei KHL di Batam.
Menurut dia, buruh di Batam akan tetap bertahan meminta upah Rp 3,85 juta atau Rp 3,9 juta. Apalagi saat ini, harga kebutuhan atau sembako naik hingga 10 persen. Ditambah dengan kenaikan tarif listrik secara bertahap hingga mencapai 45 persen.
“Belum lagi informasi adanya kenaikan tarif air. Pemerintah mau apa? Ingin masyarakat bertambah miskin. Atau pemerintah ingin membayar seluruh kenaikan itu,” terang Suprapto.